Antara Draf Saya dan AI


Saya bukan termasuk orang yang bagus dalam menjaga konsistensi. Tetapi jika sedang asyik pada sesuatu, saya bisa terlibat dengan satu hal dan larut di dalamnya untuk waktu yang lama. Seperti halnya menjaga konsistensi dalam menulis artikel di blog ini. Ada masa di mana saya begitu rajin menulis hingga saya ingat bahwa satu bulan, atau paling tidak dua bulan, tidak ada tulisan singkat yang bisa saya hasilkan. Tulisannya bisa berupa curhatan, pembahasan gosip, puisi, cerita perjalanan, atau berbagi informasi. Rasanya saat itu selalu ada ide untuk bercerita dan menulis. Entah karena alasan klasik, masih banyak waktu luang, atau karena dikelilingi teman yang gemar melakukan hal ini.

Hari ini, jika dilihat dari statistik penulisan di blog ini sungguh menyedihkan. Dalam satu tahun nyaris bahkan tidak ada tulisan yang dipublikasikan. Ingat, tulisan yang dimaksud adalah bukan tulisan dengan nilai tulisan yang baik berdasarkan kriteria tertentu. Hanya sebuah tulisan yang menurut saya sudah rapi dari segi alur dan tuntas saja penulisannya dan ceritanya. Rasanya tidak rumit, bukan sesuatu yang harus memenuhi kaidah penulisan jurnalistik yang standar, menggunakan ejaan baku, tidak… masih jauh. Sebuah catatan harian selama rapi formatnya saja bisa saya publikasikan kok. Nyatanya, yang ada hanya semangat untuk menulis cerita yang menumpuk di pikiran dituangkan dalam kisah tanpa akhir. Ibarat naskah film yang tak kunjung selesai ditulis alur ceritanya.

Jika dilihat dari statistik, ada lebih dari 80 tulisan yang sudah terkumpul. Tulisan-tulisan tersebut sudah memiliki kerangka, informasi, alur cerita, opini, dan tema yang sudah dirancang, namun sayangnya belum saya eksekusi. Semua itu teronggok basi di dalam draft. Hanya menjadi penghias jumlah calon judul

Saat ada keinginan untuk menyelesaikan tulisan, saya membuka satu persatu draft tersebut dan berfikir, ‘Apakah mungkin saya menyelesaikan minimal satu tulisan ini dalam enam bulan, misalnya, agar tetap bisa membiasakan menulis?’ Rasanya kok ya, sulit sekali membangun semangatnya. Kemudian terlintas untuk memanfaatkan teknologi LLM seperti Chat GPT. Teknologi ini bisa membantu saya memproduksi cerita dari draft-draft yang sudah menumpuk. Ide brilian, mari kita coba manfaatkan teknologi untuk memompa produktivitas. Saya kini bersemangat sekali dan merasa tercerahkan. Pertanda baik nih!

Satu persatu draft lama saya buka, memilah draft cerita yang paling fantastis, menarik, dan dramatis untuk segera dipublish dengan bantuan AI. Akhirnya saya membaca ulang sebuah draft lama, kemudian membenarkan kerangka karangan, menambahkan unsur-unsur pemanis dan lain-lain. Simsalabim! Ratusan untaian kata dan frasa keluar dengan rapi dan menarik. Yes! Tulisan saya sudah jadi, lengkap dengan judul.

Dengan semangat, saya membaca tulisan ‘tangan’ saya ini. Hmmmm… rapi sekali, tapi kok tidak ada rasanya ya. Terlihat sekali bukan saya yang menulisnya. Ini terlalu sempurna dan terlalu rapi serta pintar dalam merangkai kata, dan terlalu sopan dalam berkalimat. Saya seperti membaca cerita orang lain, tak ada ‘perasaan’ yang sama yang saya rasakan pada kalimatnya. Walaupun dengan unsur kalimat dan isi kalimat yang sama, rasa yang ingin diutarakan seperti tidak sampai. Adapun ide, kerangka, dan informasi di dalam paragraf adalah benar, namun ada rasa yang tidak kena.

Ibarat menjelaskan malam yang dingin, kalimat ‘dingin’ yang tercipta bukan ‘dingin’ yang saya rasakan. Sangat subjektif memang. Tulisan tersebut terlalu kaku, ibarat perempuan cantik, sangat cantik, tapi itu boneka. Secantik dan semulus apapun, tetaplah boneka. Ada elemen emosi yang tidak ada. Pada akhirnya saya paham, kata bisa diciptakan tapi rasa atau perasaan tidak ada yang bisa digantikan. Mungkin ini bisa terjadi nanti saat mesin ini semakin pintar dan terlatih. Sejatinya jika instruksi lebih detail, informasi lebih terstruktur, dan instruksi lebih jelas untuk pengolahan bahasa, maka mesin akan lebih bisa memproduksi sesuatu yang lebih memiliki ‘rasa’.

Akhirnya tulisan tersebut kembali saya simpan di draft. Rasanya belum layak untuk dipublish. Meskipun saya tidak memiliki pembaca setia, sebagai pembaca blog saya sendiri, rasanya tulisan tersebut kurang enak untuk dibaca. Sangat jelas untuk menilai bahwa tulisan tersebut bukan tulisan saya hanya dari gaya bahasa yang ada. Rasanya ketika semua kesalahan manusiawi dihilangkan dalam sebuah tulisan, itu dapat mengubah karakter tulisan tersebut. Mungkin itulah yang membuat sesuatu terasa lebih “manusiawi” ketika ada kesalahan yang dirasakan. Dan, bukankah untuk membuktikan bahwa sesuatu adalah karya manusia, kita bisa melihat adanya “human error”? Tentu saja, sebaiknya kita berusaha menghindari kesalahan tersebut, tapi dalam beberapa kasus, kesalahan tersebut adalah bukti bahwa manusia selalu berusaha untuk belajar.

Draf-draf ini tetap tak tersentuh, dan jumlahnya tidak berkurang. Seiring berjalannya waktu, mungkin akan muncul draf-draf baru dengan ide-ide yang meluap-luap untuk diceritakan, namun tetap tidak ada semangat untuk menyelesaikannya. Jika ada tulisan yang dipublish hari ini, itu adalah tulisan ini. Perlu dicatat, tulisan ini juga dibantu oleh teknologi untuk memperbaiki beberapa kesalahan yang muncul, seperti kesalahan ejaan. Ingat, saya selalu mendukung teknologi. Saya bekerja di bidang pengembangan teknologi LLM seperti ini. Teknologi tidak salah, pemanfaatan oleh kita saja yang kadang tidak tepat guna. Tentu saya masih dan akan terus pakai alat bantu ini salah satunya untuk mengoreksi ejaan dalam tulisan ini 🙂

Intinya, pesan untuk diri sendiri: tetaplah menulis. Setidaknya, masih ada beberapa catatan yang tetap terdokumentasi dalam bentuk draft! Salam untuk semangat!

Taiwan, Oktober 2023.

Leave a comment