Monthly Archives: March 2024

Bedtime Story: The Unknown Cake


Once upon a time, in a cozy house, there lived two close friends, Cat and Dog. They shared a room and were always playing together. One day, after a tiring play session outside, they returned to their room feeling hungry.

“Hey Cat, do you see that big cake over there?” Dog asked, pointing excitedly.

“Yeah, I see it. But whose cake is it?” Cat wondered aloud.

“I don’t know, but since it’s in our room, maybe it’s for me,” Dog suggested eagerly.

“No way, maybe it’s for me!” Cat countered.

They couldn’t agree, so they decided to split the cake. “Let’s just divide it and enjoy,” Cat proposed.

“That’s a good idea, let’s do it,” Dog replied.

After dividing the cake, they both ate it hungrily. But just as they finished, a big bulldog stood in front of them.

“Hey Cat and Dog, how’s it going?” the bulldog greeted them. “I’ve been looking for my cake. Have you seen it?”

Cat and Dog froze, feeling guilty. “Um, yes, we did… We ate it,” they confessed nervously.

“Oh, that’s a relief! It was a two-month expired cake anyway,” the bulldog reassured them.

“What!!! Two months expired?” Cat and Dog exclaimed in surprise.

“Oh my goodness, you need to drink a lot of water if you don’t want to get a stomachache now,” the bulldog advised.

The cat and dog both ran in a rush to drink glasses of water, worried they would get sick from eating the expired cake. After returning to their room, they felt calm.

“It’s okay, but remember, you shouldn’t eat something that isn’t yours,” the bulldog advised them kindly.

Realizing their mistake, Cat and Dog apologized to the bulldog. “We’re sorry for eating your cake without asking,” they said sincerely.

“It’s alright. Just remember not to take things that don’t belong to you,” the bulldog replied gently.

Cat and Dog nodded, understanding the lesson. They thanked the bulldog and laughed together, grateful for the funny story and the important lesson they had learned.

Taiwan, March 2024

Sisi Lain Manusia Normal


Kisah tentang seorang komandan kamp konsentrasi Auschwitz, Rudolf Hoess, dan kehidupan keluarganya. Mereka tinggal persis di sebelah dinding kamp konsentrasi Auschwitz. Film ini menggambarkan kontras antara kehidupan nyaman keluarga Hoess yang tampak sempurna dan ironi di balik kamp konsentrasi yang penuh dengan kebrutalan. Film ini berhasil menunjukkan sisi keganasan dari manusia yang begitu menikmati kenyamanan sebagai sebuah keluarga yang utuh dan sempurna, walaupun mereka mengetahui kebrutalan di balik dinding tempat tinggal mereka. Mereka hidup layaknya keluarga yang bisa sarapan dengan nyaman, bermain air di musim panas lengkap dengan papan seluncuran, sementara suara jeritan dan tembakan terdengar dari balik dinding tepat dari sebelah rumah mereka.

Menurut saya, film ini menunjukkan bagaimana sisi lain dari manusia yang bisa tenang menjalani peran sebagai sebuah kenormalan. Sebagai seorang pekerja, Hoess terlihat seperti seorang komandan profesional biasa dalam menjalankan pekerjaannya. Fokus dan berkerja keras untuk pengembangan proyek yang sedang ditangani. Digambarkan pula begitu sibuknya ia saat berurusan dengan organisasi keprofesionalan dan kerumitan pekerjaan. Sebagai seorang profesional, Hoess menjalankan tugasnya dengan baik, terutama saat dia mengembangkan metode pengembangan kamp yang baru dan lebih efisien. Dia membahas itu di rumahnya saat keluarganya asyik bermain dengan ceria.

Sutradara menggarap film ini dengan serius lengkap dengan detail dan gambaran lingkungan yang sangat indah dan sinematografi yang memukau. Latar belakang kehidupan tentara Jerman dan kehidupan sosial lengkap digambarkan dalam beberapa adegan. Tak ada konflik khusus dalam plot cerita ini, namun dengan latar suara yang menggigit di setiap adegan di rumah Hoess, dan keluarga tak mengganggu secara level suara, namun sangat mencekam dalam arti suara yang sebenarnya. Sungguh, film ini berhasil menggambarkan kengerian yang luar biasa tanpa menunjukkan sedikitpun adegan yang mengerikan. Tak semua anggota keluarga terbiasa dengan kondisi ini, terdapat adegan di mana ketika mertua Hoess mengunjungi mereka tidak bisa tidur di malam hari karena gelisah. Kejadian ini digambarkan dengan apik saat api pembakaran dari kamp sebelah menerangi malam.

Bagi kita mungkin sangat mudah menghakimi Hoess sebagai satu sisi monster dan setan kejam karena kebijakan dan profesionalismenya dalam membunuh ribuan orang tak bersalah setiap hari. Namun, di sisi lain, setelah selesai bekerja, ia seperti kebanyakan orang lainnya, dia kembali sebagai seorang ayah yang baik. Kelelahan setelah bekerja, lalu pergi ke kamar anak perempuannya dengan membacakan dongeng pengantar tidur kepada putri yang tercinta. Gambaran ini tak lebih sama dari kita para bekerja biasa yang kita klaim sebagai peran yang baik, sementara Hoess menjalankan peran lain. Bisa jadi ini adalah bahan renungan apakah kita yang selama ini merasa baik juga melakukan hal benar dalam hal lain. Hoess bisa saja berpikiran bahwa tidak ada yang salah atas nama profesionalisme dan bisa menghidupi keluarga dengan baik dan normal. Atau sisi lain kenyataan kita sebagai manusia dengan naluri mengerikan. Kita akan memilih diam dan menganggap kebrutalan sebagai hal yang normal dan wajar selama kita bisa hidup tenang dan damai. Atau mungkin kita memang harus melihat sesuatu dari sisi lain, jauh dari sudut pandang kita sendiri sehingga kita terkungkung dengan kenyamanan dan buta terhadap yang seharusnya tidak kita lakukan.

Sungguh film yang menakjubkan, bintang lima. Tak salah menjadi nominasi di banyak ajang perfilman bergengsi dunia.

Taiwan, Maret 2024.

Memancing di Muara


“Pusing benar dengan pekerjaan ini!” ujarku dalam hati. Tak ada waktu santai untuk menikmati daerah yang indah ini. Kota ini penuh dengan tempat wisata yang eksotis, tapi tak ada waktu untuk sekadar berkunjung. Kegiatan yang sangat padat dan penuh tekanan benar-benar menyisakan dada dan memusingkan kepala. Kopi pahit pun tak bisa menghilangkan kepenatan ini. Liburan di pantai rasanya hampir tak terbayangkan bisa dilakukan.

Di antara kepenatan yang menyelubungi, telepon genggam berdering. “Halo bro, lagi sibuk apa? Ada rencana besok minggu?” Kebetulan, hari Sabtu itu saya tidak kemana-mana, hanya menunggu kabar dari tim yang bekerja di lapangan. Langsung saja saya menjawab dengan lancar, “Tidak ada acara apa-apa bro, ada rencana apa?” balas saya. “Ayo kita pergi memancing, ada tempat baru yang menarik. Minggu saya jemput ya.” Tanpa berpanjang lebar, saya langsung mengiyakan.

Minggu pagi ketika dijemput, saya tidak berekspektasi berlebihan dengan perjalanan ini. Itu dikarenakan memancing memang bukan hal yang saya gemari, tidak menarik. Tapi saya tertarik dengan tawaran daerah baru yang akan kami tuju. Lokasi tempat pemancingan ini adalah di daerah muara air tenang. Tempat ini terpencil, banyak ikan, dan bukan lokasi turis. Mendatangi tempat baru adalah hal yang saya sukai, apalagi di daerah ini masih banyak sekali tempat yang terpencil yang hanya warga lokal yang mengetahuinya.

Setelah mobil operasional lapangan 4×4 tiba di depan penginapan, saya bergegas merapikan barang dan membawa beberapa batang biskuit. Saya diberi tahu bahwa perjalanan akan memakan waktu dua jam dan saya tak ingin kelaparan di hutan Papua. Kami sempat pula menambah bahan jajanan seadanya dengan membeli di warung lokal. Karena ini ingin memancing, saya merasa perlu ikutan berpesta dengan membeli alat pancing dan umpan seadanya. Alakadarnya saja. Setelah menjemput sopir tambahan yang juga warga lokal, kami pun berangkat.

Lokasinya memang lebih ke pedalaman, melewati banyak desa kecil. Lokasi yang bisa dikeanli terakhir adalah sebuah pantai wisata yang hanya ramai di tanggal merah saja. Lokasi yang kami tuju masih ada beberapa jarak lagi. Setelah makan siang dari bekal nasi bungkus, kami tiba di muara itu. Setelah melakukan pencarian lokasi pemancingan dan cukup untuk membakar api unggun, kami siap untuk memancing. Infonya, waktu terbaik untuk memancing adalah sore menjelang malam. Entah apa dasarnya, saya hanya menurut saja. Kegiatan memancing ternyata tak membosankan, banyak obrolan menarik dan waktu saling mengenal satu sama lain. Teman yang mengajak adalah rekan kerja yang merupakan pengawas lapangan untuk pekerjaan saya. Dia layaknya rekan yang harus saya layani. Kegiatan memancing ditengah lawakan dan obrolan ringan membuat kami terasa akrab dan tak berjarak dalam hubungan pertemanan. Sungguh menarik, sekarang saya rasa ini pula mungkin alasan ini pula yang membuat olahraga adalah bahasa lain alam mengakrabkan sesama rekan kerja.

Malam itu terasa sangat menyenangkan. Ditengah kegelapan, kami bakar sisa-sisa kayu yang ada sehingga api unggun menghangatkan malam. Area sekitar muara tak ada sinyal, sungguh melegakan tak terusik oleh dering telepon. Tidak ada gangguan dari panggilan pekerjaan yang mengganggu. Sambil menyeruput kopi sachetan dan lawakan serta guyonan terus berlangsung. Suara tawa membelah malam.

Tiba jam delapan malam, tak terasa akhirnya kegiatan memancing hanya mendapatkan beberapa ikan kecil. Rasanya tidak sebanding dengan pengorbanan kami membeli alat pancing dan jajanan lainnya. Namun yang tidak tergantikan adalah pengalaman kabur dari kepenatan pekerjaan yang sangat menyesakkan. Pemandangan di muara itu dengan langit bertabur bintang ditengah kegelapan dan api unggun kecil dari kayu bakar seadanya yang dikumpulkan seadanya adalah hal yang sangat indah pada hari itu. Setelah malam mulai menggelap, kami mengambil jalan pulang dalam waktu dua jam, kemudian saya sudah tiba di penginapan lagi dan siap membuka buku catatan untuk mengecek pekerjaan dan melakukan laporan pekerjaan kembali untuk persiapan esok hari.

Rasanya benar memang jika ditengah penatnya pekerjaan dibutuhkan waktu istirahat sejenak dari kebiasaan. Meski memancing di muara bukanlah tempat yang menarik, tapi keakraban itu terasa hangat. Catatan ini mengenang perjalanan memancing di muara bersama rekan kerja dimans kami biasanya sering berdebat. Meski sering tidak akur dalam hal profesionalisme tapi dalam hal pergaulan ternyata teman saya ini orang yang asik. Semoga bisa kembali lagi ke kota ini dengan tujuan yang berbeda, saya menikmati pekerjaan disana.

Manokwari, Oktober 2018.